Kamu sempat bertanya mengapa lalu tak jadi sebuah janji yang mengikat langkah berhati. Tak bosan cerita lampau terpampang kosong pada sebuah ragu yang semakin hari membatu. Atau tentang dosa yang berujung tanya, mengapa.
Biarku bungkam, terjatuh pun mati rasa. Darah yang kental kuraba, atau goresan-goresan duri dari kasturi tak jua membutku berpikir. Entah, ucap tak dapat lagi kupercaya apa adanya. Hanya ingin sedikit berasa tanpa tuntutan disana, aku.
Jelita, biarkan saja kelana mendapat ruang yang tak ia dapatkan sebelumnya. Terasa lentur, berjingkrak kegirangan merayakan kebebasannya dari sang tuan primordial yang selalu menyayat hakikat.
Percayalah, kutempatkan cerita-cerita membias hitam pada tempatnya. Buatnya sedikit acuh menjadi alas merindu, ia suka itu. Maka, diskusikan pelan dengan cahaya yang membuatku menutup mata. Bicarakan terang itu dengan tenang, dan rasakan hangatnya meraba mesra tangan kita.
Jelita, maaf sebuah munafik..
Jelita, maaf sebuah rekayasa akal..
Jelita, maaf sebuah rekayasa akal..
Published with Blogger-droid v2.0.4