"Aku adalah Pena, yang hanya berfungsi ketika ku berkarya"

Sabtu, 17 Desember 2011

KEMASAN TAK MENENTUKAN ISI


Oleh : Rizky Sopiyandi

Pagi itu jadi penanda siang yang terang. Dihentakkan badan gempalnya demi suatu semangat bertemu sang tercinta. Yaah.. wajar, bagi dia menjadi hamba mengagumi sosok indah dimatanya. Sosok yang tidak sedikit pun terlihat cela hitam. Tervonis suatu kebutuhan. Putusan akhir, bahwa sang tercinta harus dimilikinya..

****
Instrumen musik pagi mulai berkicau. Dingin udara mempertegas kondisi pagi itu. Adalah  Abmudiq, aneh memang namanya tidak sepeti kebiasaan nama zaman sekarang. Apalah arti sebuah nama? Seperti halnya yang dikatakan Shakespeare. Pemuda daerah dengan cita-cita internasional. Kepolosannya adalah senjata baginya bersosialisasi. Ia putih, namun tidak menutup diri terhadap warna-warna yang lain. Dengan sedikit rasa malas ia pun memaksakan diri tuk berdiri siap menantang matahari pada hari itu.

Dilihatnya handphone sederhananya. Terlihat alarm dan pengingat suatu moment bahwa hari ini dia akan pergi bersama teman-temannya ke suatu daerah di Jawa Barat. Yaah.. bukan karena itu saja, semangat muncul dua kali lipat karena seseorang yang dicintainya ada dalam rombongannya itu. Di luar batas kebiasaan paginya, di pun bertegas pergi ke kamar mandi tuk membersikan diri.

Selesai. Tubuhnya wangi layaknya baju kotor yang sudah masuk jasa loundry. Dilihatnya lagi handphone yang berdiring diatas meja kamar. Rupanya itu adalah pesan singkat dari seorang temannya yang menjadi ketua rombangan kegiatan tersebut yang menanyakan kepastian kehadirannya. “saya Insya Allah ikut” balasnya dalam pesan singkat yang ia kirimkan pada ketua rombongan tersebut.

“okeh.. siap berangkat” dalam hatinya ia berkata seiring jejak pagi mempertegas diri.

Dimasukinya subuah mobil angkutan kota. Ditengah perjalanan menuju rombongan. Dimasukannya tangan kanan kedalam saku celana, ternyata hanya ada sekitar 15 ribu uang yang ada dicelananya.

“waah.. masalah ni” dalam hatinya menggerutu.

Ia pun mulai berpikir. Hingga terlintas untuk meminjam sejumlah uang kepada orang yang lumayan dekat dengan dia. Ia pun lagi-lagi hanya mengirimkan pesan singkat untuk berkomunikasi. Dihantarkannya pesan siangkat, tak lama temannya membalas pesannya dengan balasan yang menggembirakannya.
“aah..selamet, jadi deh berangkat bertemu si cinta” ujarnya sambil tersenyum kecil.

***
Ditengah perjalanan terlihat lalulalang kendaraan dan kepulan asap kendaraan di pusat kota, dibalik jendela.. saat detik berganti detik yang baru, menit lama terpaksa terbuang oleh menit yang lebih batu saat itu ia pun tiba-tiba membayangkan sesosok perempuan muncul seperti bayangan, sehalus angin dan tanpa suara. Dalam imaginasinya perempuan itu mendadak muncul dan duduk di sampingnya ketika ia sedang benar-benar tidak tahu apa lagi yang harus dilakukannya seiring kebosanannya pada perjalanan yang membawanya menuju rombongan.

Ia membayangkan dirinya sebagai Yudistira, seorang pandawa tertua yang diketahui paling bijaksana, dan membayangkan sosok perempuan yang disampingnya itu sebagai Ng Drupadi, istri yang setia bagi Yudistira. Ia mengikuti Pandawa menjalani hukuman kalah judi dibuang ke dalam hutan berpuluh-puluh tahun lamanya tanpa berkeluh kesah. Ia bahkan bersumpah tidak akan menyanggul rambutnya sebelum keramas darah Duryudana. Duryudana adalah musuh Yudistirra yang menelanjangi istrinya karena kekalahan judi.

Entah kenapa ia membayangkan hal itu. Mungkinkah karena hasil bacaannya semalan sebelumnya. Yaah..ia membaca cerita pandawa Yudistira pada malam itu. Mungkin karenanya ia terbawa cerita dan membayangkannya. Ia berobsesi memdapatkan perempuan yang setia dan berani berkorban seperti Ng Drupadi.
 
***

Sampainya di tujuan. Rombongan sudah menunggu. Langkahnya semakin cepat seiring hati yang penuh semangat. Panas terik matahari tak terasa, hanya penghangat baginya, hanya sugesti yang ia rasa. Dan langkah pun bertambah cepat..cepat..dan lebih cepat dari sebelumnya sebari membayangkan sosok wanita yang menjadi semangat dihari-harinya, termasuk hari itu.

Saat perjalanan menuju rombongan, lirik memandang para pelajar dan mahasiswa yang bercengkrama seraya menunggu kendaraan umum. Seakan tak ada beban jika melihat banyaknya senyum bertebaran di wajah mereka. Menambah semangatnya untuk segera bertemu teman-teman rombongan.

Sampainya pada tujuan. Rombongan yang cukup lama menunggu ia datangi dengan penuh janji. Janji bahwa ini adalah perjalanan terbaik bagi karir hati. Sambil menyalami satu persatu teman dirombongan, tak henti senyum dan sapa akrab jadi bumbu pertemuan.

Bertanya ia pada teman yang menjadi ketua rombongan, 

“kemana saja tujuan kita bos” ucapnya penuh keakraban.

“kita have fun saja kawan, tempatnya kita obrolkan diperjalanan” ketua rombongan menjawab.

“lho kok ga jelas gini tujuannya” ucapnya heran.

Si ketua rombongan berjalan mendekatinya, dan berbisik.
“perjalanan dan agenda kita kali ini lebih dari fun, tapi ada pelajaran yang akan kamu dapatkan”. Kata si ketua rombongan sambil melirik seorang wanita yang tak lain adalah wanita yang dikagumi oleh Abmudiq.

Pertanyaan menghantui dirinya. Apa maksud dari omongan si ketua rombongan tersebut. Memeng si ketua rombongan tahu bahwa ia sangat mengagumi wanita itu. Dan tak jarang ia menceritakan apa yang menjadi perasaannya pada wanita itu. Tapi, ada perasaan yang baik yang ia rasakan.
“waaah.. jangan-jangan..” ucapnya dalam hati sambil tertempel senyum kecil diwajahnya.

***

Perjalanan pun dimulai. Mobil yang membawa rombongan tersebut melaju tanpa ragu. Ia tersentak kaget dan sedikit kecewa. Ketika gadis yang dikaguminya malah duduk bersebelahan dengan teman dekatnya. Ia pun duduk bersembrangan dengan gadis tersebut.

Terlihat akrab wanita itu bercengkrama dengan temannya. Ia mencoba mengakrabkan diri dengan wanita tersebut. Sesekali dilontarkan cenda-canda kecil sebagai pelunak suasana. Meskipun hati tertegun melihat temannya bercengkrama begitu asyik dengan temannya. Yaaah.. ia akui, ia diserang suatu sugesti hati yang orang-orang biasa menamainya rasa cemburu.

Waktu berlalu. Rintik hujan senantiasa jadi balada. Langit mendung menjadi gambaran. Petir menjadi perwakilan. Dan suasana itu jadi lukisan keadaan. Tak ubah seorang gembala yang kehilangan jalan, ia tak tau apa yang harus ia lakukan tuk menutupi perasaan.

Rintik hujan yang sebelumnya menjadi balada. Langit mendung yang sebelumnya jadi gambaran. Dan petir pun semakin mewakili perasaan hati. Dan sang gembala semakin kehilangan jalan, dan tak tau jalan pulang. Saat ia toleh tangan temannya bersentuhan dengan tangan wanita yang ia cintainya.

Langsunglah ia beringat dengan perkataan temannya yang menjadi ketua rombongan itu.
“Setan.. ia mempermainkanku. Kenapa ia tak memberitahu semuanya. Kenapa ia membuatku melayang tinggi dengan ucapannya tadi bila harus dijatuhkan sekeras ini” kutuknya dalam hati.

***

Sampailah pada tempat tujuan rombongan. Rasa kesal tak hanya datang untuk wanita dan temannya itu. Tapi juga untuk si ketua rombongan yang sudah menipunya. Ia hanya terduduk saat semua berdiri menikmati keindahan tempat tujuan rombongan. Ia hanya terdiam saat semua rombongan tertawa dan saling melemparkan canda.

Si ketua rombongan datang menghampirinya. Sebari tersenyum kecil oleh-oleh dari candaanya dengan teman rombongan si ketua bertanya kepada Abmudiq.
“kenapa sob kelihatannya kamu kurang menikmati liburan ini?” si ketua bertanya.

“hmm..” dengan mata tajam dan sinis Abmudik menjawab pertanyaan si ketua dengan komunikasi non verbalnya.

“ooh..aku mengerti kenapa kamu seperti ini” ujar ketua menjawab.

“ini pelajaran yang aku maksudkan” si ketua berkata lagi sebelum Abmudiq hendak bertanya sesuatu.
Urung bertanya, Abmudik meminta si ketua untuk menjelaskan pelajaran yang sedikit pun ia tidak mengerti.
“apa maksud semua ini?” kata Abmudiq.

Sebari duduk disampingnya siketua berkata,
“kadang mata tertipu, kadang telinga dibohongi, dan seringkali akal tertutupi hati. Hati bisa merasa, tapi akal lah penentu kebenaran”. Ujarnya.

“maksudnya” tanya Abdumiq yang merasa semakin tidak mengerti maksud perkataan si ketua.

“inilah yang saya maksud. Adalah suatu kesalahan apabila kau paksakan kesempurnaan. Dan berekspetasi lebih pada seseorang tanpa melihat kapasitas diri”. Ujar si ketua.

“ia bukan wanita yang buruk. Tapi akan terlihat buruk ketika kau berharap terlalu besar akan kebaikannya. Yang sempurna hanyalah ketidaksempurnaan, yang abadi adalah ketidakabadian. Dan jangan sampai keadaan dia kau tiadakan”. Ucap si ketua melanjutkan.

Si ketua pun berdiri, menepuk pundak Abmudik lalu berjalan menuju rombongan yang terlihat sangat bersemangat menikmati suasana.

Abmudiq hanya terdiam. Perkataan si ketua membuatkan berpikir. Ia merasa dibohongi dirinya sendiri. Ia tau bahwa tiada yang sempurna, tapi ia memaksakan kesempurnaan pada orang lain. Ia hanya tertunduk menikmati pelajaran yang berharga hari itu.

***

Waktu berlalu. Sampaikah rombongan pada akhir pertemuan. Semua sudah bergegas membereskan diri menuju perjalanan pulang. Bergitu pula Abmudiq yang sedari tadi hanya menikmati liburan dengan perasaan yang berkecambuk.

Dan ditengah perjalanan pulang, sekali lagi ia melihat si wanita yang ia cintai. Ia tersenyum. Ada perasaan dan raut kebangkitan dari mukanya. Ia mengambil sebuah buku dan pena, dan ia pun menuliskan sebuah catatan,

Demi Tuhan aku malu
Demi Tuhan aku hampir salah
Ku belokan perasaan sebelum semua menyesatkan
Hati tak ubah cermin
Hati tak lain adalah lukisan
Dan akan ku hapus lukisan ini
Sebelum orang lain kecewa melihatnya
Ragu membisu
Sang bocah tampak lebih dewasa
Dan titik nadir ini ku urungkan
Saat ku tahu jalan pulang


Ia pun menutup buku itu, dan berkata dalam hatiya..
“aku harus pulang, ini bukan jalanku”





0 komentar:

Posting Komentar