"Aku adalah Pena, yang hanya berfungsi ketika ku berkarya"

Sabtu, 17 Desember 2011

Industri Dan Ideologi

Tinjauan Empiris Wacana Teknologi Komunikasi dan Pers Hari ini

Dewasa ini, tak bisa dipungkiri bagaimana ketergantungannya manusia global terhadap tekhnologi. Teknologi bahkan kini sudah bisa dikategorikan kebutuhan yang bersifat primer sepertihalnya kebutuhan kita terhadap makan dan pakaian. Bagaimana tidak, sejak adanya jaringan internet sekitar tahun 60-an, manusia serba dimudahkan oleh konsep tekhnologi modern.

Di tahun 1980 masih banyak diantara kita di Indonesia yang belum melek komputer, sehingga pada saat itu kita sudah sangat bangga jika menggunakan mesin tik elektronik. Tahun 1987, kita mulai mengenal komputer ber-prosesor 286, dimana untuk menghidupkannya masih menggunakan disket DOS. Selain itu sistem operasi pada saat itu msih belum open system, sehingga sistem PC tidak dapat berkomunikasi dengan sistem lainnya yaitu Mac.Untuk mengirimkan files kepada seseorang yang berlainan kota, kita masih membutuhkan jasa pos atau kurir. Tahun 1990, orang Indonesia dengan bangganya menenteng organizer elektronis bermemori 2 MB untuk dapat disebut melek teknologi.

Banyak memang, ketika berbicara segmentasi terkait pemanfaatan tekhnologi. Produktifitas manusia yang diindikasikan dari kemajuan peradaban hari ini memang pesat. Sekarang, tak perlu lagi kita berbincang tatap muka dengan posisi bersebelahan atau berhadapan. Tak perlu lagi memerlukan tenaga lebih untuk mendapatkan informasi. Dan mungkin, tak perlu lagi kita melihat istilah “pergilah menuntut ilmu ke negeri china”, karena hari ini dengan peralatan seperangkat komputer dan jaringan internet kita bisa mendapatkan berbagai macam informasi yang ada di seluruh pelosok dunia.

Indutri tekhnologi komunikasi memang diakui sangat-sangat bermanfaat bagi peradaban manusia hari ini. Dan jika kita perhatikan, indrustri yang satu ini memang lebih bersifat simbiosil mutulalisme. Yang artinya, industri komunikasi tidak akan bisa berdiri tanpa diperkuat dan memperkuat elemen-elemen lainnya, sehingga menjadikan suatu sistem yang bersifat sosio-global.

Kemajuan industri komunikasi memang melambung pesat. Manfaatnya semakin hari semakin bisa dimanfaatkan oleh khalayak. Namun jika kita perhatikan, kemajuan industri yang satu ini memang tak seindah untuk kita tuliskan catatan sejarahnya. Kemunculan produk kemanjuan industri ini fitrahnya akan membunuh produknya yang dibuat terlebih dahulu. Seperti, kurun waktu 5 hingga 10 tahun kebelakang usaha warung telephon hingga telepon umum merebak diwilayah nusantara ini, dan semua ini lenyap ketika perusahaan-perusahaan telepon genggam mulai berinvetasi dan memasarkan produk-produknya di Indonesia, belum lagi pasar telephone genggam berlabel asal china memberangus harga pasar kurun waktu 2 tahun kebelakang.

Banyak lagi memang contoh kasus lain, dan hari ini jika kita perhatikan trend produk industri komunikasi lebih berorientasikan kepada penjualan situs-situs jejaring sosial. Seperti Facebook, Twitter, MySpace dan keluaran terbaru mbah Google, Google +. Bisa kita perhatikan, esensial suatu fungsi dari telepon genggam adalah bagaimana kita memaksimalkan potensinya untuk berbicara atau berkomunikasi dengan sanak kerabat ataupun saudara dari jarak jauh, atau bahkan mengirimkan pesan singkat yang sebelumnya kita harus repot pergi ke kantor pos. Namun, hari ini iklan-iklan telepon genggam lebih menonjolkan situs-situs jejaring sosial yang diselipkan diproduk telepon genggamnya, bukan fungsi hakikat. Sehingga kita bisa membayangkan apa jadinya ketika facebook, twitter, dll ditutup aksesnya di Indonesia oleh pemerintah kita sepeerti halnya yang dilakukan beberapa negara yang lain. Dan pembunuhan produk industri pun akan terjadi kembali.

Teknologi Komunikasi, Pers, dan Kepentingan Publik.

Perkembangan tekhnologi komunikasi memang dirasakan betul manfaatnya hari ini. Berbagai macam informasi dapat diakses dengan mudah oleh setiap individu maupun khalayak yang bersifat melembaga. Sebut saja Pers. Pers yang notabene sebagai jembatan informasi zaman modern memang diuntungkan sekali dengan perkembangan industri tekhnologi komunikasi. Informasi yang mereka dapatkan melalui individu-individu insan pers lebih bisa diolah dan ditransformasikan lebih efektif kepada khalayak.

Fenomena Jurnalistik online contohnya. Pers dewasa ini tak sedikit menghijrahkan dirinya dari industri media cetak kepada media online. Peralihan ini dinilai efektif karena khlayak pengakses media konvergen alias “pembaca” hanya tinggal meng-klik segala informasi yang diinginkan. Alhasil, aplikasi dari tekhnologi komunikasi ini mampu mem-by pass jalur informasi pengiriman informasi kepada khalayak. Jurnalistik online dalam hal ini website-website yang dibentuk pers memang hari ini dinilai lebih efektif ketimbang metode lama berupa bentuk cetak. Baik bagi pers itu sendiri, alih-alih untuk para pembaca. Bagi pihak pers input komersil pun dapat dinilai efektif, pengiklan lebih tertarik memasarkan produknya via online (internet) ketimbang di koran-koran.

Selain itu, kebebasan Pers yang hari ini ditafsirkan dengan penyebaran atau pengtransformasian informasi kepada khalayak yang hampir tidak mengenal batas memang multiefek. Informasi yang disajikan kadang berdampak baik, ataupun sebaliknya. Meskipun fungsi Gate Keeper (penyaring Informasi) disetiap media pers itu sendiri sudah bekerja dengan baik namun seringkali respon yang muncul dari masyarakat informasi bersifat heterogen.

seorang filsuf dan sosiolog dari Jerman Jürgen Habermas dalam The Theory of Communicative Action menyatakan, “perkembangan suatu masyarakat madani ditentukan dari seberapa besar masyarakat itu mempunyai ruang berpendapat (public spare)”. Dengan kata lain kepentingan dari masyarakat dimana kebutuhan menerima informasi bergaris lurus dengan perkembangan suatu peradaban bagi masyarakat itu sendiri tergantung kepada sejauh mana mereka mendapatkan ruang tanpa campur tangan penguasa, dan pers adalah satu-satunya tempat yang sejatinya musti seperti itu.

Penguasa disini tak selalu kita tafsirkan pemerintah, atau pemegang kebijakan konstitusi teritorial. Namun, bisa juga kita artikan sebagai pemegang saham terbesar pada suatu media informasi yang bersifat publik yang juga otomatis sebagai pemegang kebijakan warna dari ideologi pers atau media tersebut. Dan sejatinya pers adalah 1 dari 5 pilar demokrasi bangsa yang mutlak berpihak kepada kepentingan publik.


0 komentar:

Posting Komentar