Bagian Kedua
Oleh : Rizky Sopiyandi
Setelah sebelumnya penulis membahas suatu paradigma yang kurang tepat dalam mengkomunikasikan pesan untuk mempengaruhi pihak lain –dalam hal ini komunikan- kali ini dengan topik yang sama, saya coba membahas sedikit hal yang terkait dengan alasan besar mengapa kita perlu mempelajari ilmu komunikasi. Dengan suatu harapan ini bisa menjadi stimulus dan membuka ruang-ruang diskursus bagi setiap mahasiswa atau bahkan anda yang bukan mahasiswa namun tertarik menggeluti kajian komunikasi.
Seperti yang saya tuliskan sebelumnya (bagian pertama), sudah menjadi hakikat bahwa kita harus berkomunikasi, atau bahkan indikasi suatu kehidupan bagi manusia adalah adanya proses interaksi sosio-individual yang dilakukan dengan metode berkomunikasi. Bagaimana tidak, dalam diam atau dalam keadaan sendiri pun pada hakikatnya anda sedang berkomunikasi, bentuk komunikasi yang sering kita sebut dengan komunikasi interpersonal. Maka berhentinya suatu proses komunikasi dalam pandangan saya adalah ketika tidak adanya kehidupan dalam diri kita (mati), terlepas dengan adanya proses komunikasi yang bersifat transendental atau ghaib pasca hidup seorang manusia didunia.
Kembali kepada pokok pembahasan mengapa kita perlu mengkaji disiplin ilmu yang satu ini. Sahabat pembaca yang budiman, pernahkah sahabat mendengar kata “Mokusatsu”. Kalaulah sahabat pernah mendengarnya secara otomatis ingatan sahabat akan terpusat kepada tragedi dijatuhkannya Bom Atom di Hiroshima, Jepang.
kata Mokusatsu adalah kata yang digunakan Jepang dalam merespon ultimatum Amerika Serikat untuk menyerah, yang kemudian diterjemahkan oleh Domei (pihak AS) sebagai ‘mengabaikan’, alih-alih maknanya yang benar adalah ‘jangan memberi komentar sampai keputusan diambil’. Bahkan terdapat versi lain yang mengatakan, Jendral McArthur memerintahkan stafnya untuk mencari makna kata itu. Semua kamus bahasa Jepang-Inggris diperiksa yang memberi padanan kata no comment. MacArthur kemudian melaporkan kepada Presiden Truman yang memutuskan untuk menjatuhkan bom atom. Padahal, makna yang benar dari kata Mokusatsu adalah ‘Kami akan mentaati ultimatum Tuan tanpa komentar’.
Kekeliruan dalam menerjemahkan suatu pesan yang dikirimkan pemerintah Jepang menjelang akhir Perang Dunia II boleh jadi telah memicu pengeboman Hiroshima. Kegagalan memahami pesan verbal itu dapat mengakibatkan bencana yang menjadi sejarah kelam umat manusia pada hari ini sering kita kenang.
Kekeliruan tersebut bisa kita analisa bersama yang tak lain adalah adanya kesan menghiraukan konteks komunikasi, dan itu bisa menjadi suatu pelajaran bagi kita meskipun dalam setiap saat dimana pun kita berada dan dalam kondisi apapun kita berkomunikasi tapi pada hakikatnya itu tidak menjadikan suatu bekal yang cukup bagi kita untuk menjadi insan komunikasi yang handal.
Oren Harari menuliskan dalam bukunya yang berjudul The Leadership Secrets, “Banyak orang hebat mengalami kegagalan disebabkan oleh kegagalannya dalam berkomunikasi yang baik. Atau bahkan sebaliknya, banyak orang yang kurang ahli dibidangnya namun ia beruntung dalam kesuksesannya dikarenakan memiliki gaya berkomunikasi yang baik”. Maka, meskipun komunikasi sudah menjadi suatu kegiatan dalam keseharian kita, bukan berarti menutup kemungkinan adanya suatu kesalahan dalam berkomunikasi. Baik itu kesalahan yang dalam hal menyampaikan pesan, maupun kesalahan dalam menafsirkan suatu pesan. Dan itulah sahabat, yang menjadi salah satu alasan bagi kita mengapa harus mempelajari ilmu komunikasi.
0 komentar:
Posting Komentar