Dan setiap hari berjalanku dengan kaki yang mulai berdarah, bernanahkan kebencian pada diriku. Kebencian atas segala kemunafikan yang kubanggakan seolah-olah kebaikan itu tak ada. Tak nampak dipelupuk mata. Hingga setiap dernyit roda yang terdengar begitu keras teracuhkan dinding ego yang begitu tebal. Bagiku, dunia hanyalah ke-tiada-an. Setidaknya untuk hari ini.
Hanya membuang waktu, tak ada produktifitas disitu. Gemurus suara pemberi semangat ku anggap hanya sebuah gaduh, mengganggu, merusak suasana nyaman tidurku. Pasif, namun imaji selalu terbang tinggi. Cita membuat sekeliling lebih bangga, hanyalah goresan-goresan cerita sebuah pena yang akhirnya menjadi noda, bukan karya.
Inilah aku, yang selalu bangga dengan keadaanku. Meski banyak orang menetuk bahu dan mengingatkanku, masa bodo dengan itu. Aku hanya ingin berlari sendiri, tanpa tangan-tangan suci yang seringkali malah merantai kaki, menyerimpung langkahku, dan terjatuh. Inilah aku, tak tahu malu. Tapi setidaknya aku masih menikmati itu. Tak perlu repot menyiapkan sarapan untukku, karena aku bangun saat matahari mulai meninggi. Dan daya potensi sudah keluar habis waktu dini.
Bandung, 21 januari 2012.
0 komentar:
Posting Komentar