“Kita Berjalan Diatas Jalur Cinta, dan Di Ujung Jalan Kita Akan Bertemu Kembali..”
- Suri (Shahrukh Kahn) dalam film ‘Rab Ne Banaa Dijodi’-
Sebuah ungkapan sederhana namun syarat dengan makna yang diucap Suri (Shahrukh Kahn) disebuah Film yang mengisahkan tentang perjuangan cinta Surinder Sahni "Suri" (Shahrukh Kahn) untuk mendapatkan cinta Taani (Anushka Sharma) gadis yang terpaksa dinikahinya, karena permintaan terakhir dari ayah Taani sebelum meninggal. Meski Taani tidak ingin jatuh cinta lagi setelah calon suaminya meninggal dalam kecelakaan, namun Suri terus berusaha mendapat perhatiannya.
Sepanjang cerita dalam film tersebut penonton akan disuguhkan tentang makna filosofis cinta sesame manusia, dan tentang apa itu cinta. Sehingga mungkin terkadang penonton akan dibuatnya terhanyut dengan setiap adegan maupun dialog-dialog yang penuh dengan romantisme linguistik. Cerita yang tidak monoton, karena selain mengisahkan cerita cinta, juga diiringi dengan candaan, kesedihan dan kegembiraan.
banyak memang pelajaran tentang cinta. Cinta yang menjadi basis materi kehidupan. Cinta itu indah, karena ia bekerja dalam ruang kehidupan yang luas. Yang inti pekerjaanya adalah memberi. Memberi apa saja yang diperlukan oleh orang-orang yang dicintai sehingga tumbuh menjadi kebahagiaan. Give again and again. Setiap satu rencana terealisasi, setiap itu pula satu bibit cinta muncul bersemi. Hakikat Cinta adalah Memberi, setidaknya itu yang bisa kita ambil dari cerita film tersebut.
Sepanjang cerita dalam film tersebut penonton akan disuguhkan tentang makna filosofis cinta sesame manusia, dan tentang apa itu cinta. Sehingga mungkin terkadang penonton akan dibuatnya terhanyut dengan setiap adegan maupun dialog-dialog yang penuh dengan romantisme linguistik. Cerita yang tidak monoton, karena selain mengisahkan cerita cinta, juga diiringi dengan candaan, kesedihan dan kegembiraan.
banyak memang pelajaran tentang cinta. Cinta yang menjadi basis materi kehidupan. Cinta itu indah, karena ia bekerja dalam ruang kehidupan yang luas. Yang inti pekerjaanya adalah memberi. Memberi apa saja yang diperlukan oleh orang-orang yang dicintai sehingga tumbuh menjadi kebahagiaan. Give again and again. Setiap satu rencana terealisasi, setiap itu pula satu bibit cinta muncul bersemi. Hakikat Cinta adalah Memberi, setidaknya itu yang bisa kita ambil dari cerita film tersebut.
Cinta adalah cerita tentang seni menghidupkan hidup. Ia menciptakan kehidupan bagi orang-orang hidup. Karena kehidupan yang dibangun oleh pemberi cinta, seringkali tidak disadari oleh orang yang menikmatinya. Atau bahkan lebih buruk lagi, ketika fitrah manusiawinya menuntut cinta sebagai sebuah logika. Menuntut cinta menjadi sebuah ekspresi yang mampu diatur secara otonom, tanpa adanya campur tangan Sang Maha Cinta.
luas memang, bahkan bersifat universal ketika kita membicarakan topik yang satu ini. Namun satu yang pasti, dan yang perlu kita sadari tak sedikit pun kita mampu mengatur dengan tegas apa yang terjadi dengan hati setiap penikmat cinta. Akan selalu ada intervensi dari Tuhan dalam setiap perjalanan hati seorang manusia, karena hanya Dia lah yang sanggup membolak-balikan hati setiap makhluknya, tak sedikit pun kuasa kita untuk mengaturnya.
luas memang, bahkan bersifat universal ketika kita membicarakan topik yang satu ini. Namun satu yang pasti, dan yang perlu kita sadari tak sedikit pun kita mampu mengatur dengan tegas apa yang terjadi dengan hati setiap penikmat cinta. Akan selalu ada intervensi dari Tuhan dalam setiap perjalanan hati seorang manusia, karena hanya Dia lah yang sanggup membolak-balikan hati setiap makhluknya, tak sedikit pun kuasa kita untuk mengaturnya.
Nilai Ke-Tuhan-an dalam Cinta
“Aku Melihat Tuhan dalam Dirimu...” Ucap Suri, saat menyatakan alasannya mencintai Taani.
Dialog yang begitu menyentuh hati setiap penonton. Bagaimana tidak, muatan teologis yang disandingkan dengan adengan romantis 2 anak manusia yang sedang dianugerahi cinta, dan dengan bijaksananya mereka menggantungkan segala rasa dan ekspresi cinta mereka dengan menganalogikan rasa tersebut kepada hal-hal transenden.
Sudah seharusnya memang, dalam kitab Al-Mahabah, cinta kepada Allah adalah puncak dari segala tujuan (al-ghoyatul ghoyah) seluruh maqom spritual. Proses penyatuan diri dari seorang makhluk dengan Sang Khalik tak bisa dipisahkan dengan adanya ekspresi cinta dan mencintai.
“Aku Melihat Tuhan dalam Dirimu...” Ucap Suri, saat menyatakan alasannya mencintai Taani.
Dialog yang begitu menyentuh hati setiap penonton. Bagaimana tidak, muatan teologis yang disandingkan dengan adengan romantis 2 anak manusia yang sedang dianugerahi cinta, dan dengan bijaksananya mereka menggantungkan segala rasa dan ekspresi cinta mereka dengan menganalogikan rasa tersebut kepada hal-hal transenden.
Sudah seharusnya memang, dalam kitab Al-Mahabah, cinta kepada Allah adalah puncak dari segala tujuan (al-ghoyatul ghoyah) seluruh maqom spritual. Proses penyatuan diri dari seorang makhluk dengan Sang Khalik tak bisa dipisahkan dengan adanya ekspresi cinta dan mencintai.
Cinta dalam hal ini seakan menjadi jembatan penghubung antara ridha Allah kepada manusia. Hablum minannas, dalam pandangan penulis tak lain merupakan dasar dari sistem kerja cinta dan mencintai. Dan Hablu Minallah adalah puncak dari itu semua. Dijelaskan dalam sebuah hadits, “Tidaklah seseorang diantara kalian dikatakan beriman, hingga dia mencintai sesuatu bagi saudaranya sebagaimana dia mencintai sesuatu bagi dirinya sendiri.”. atau "mencintaimu, harus menjelma aku" ucap seorang teman, yang diadopsi dari sebuah ungkapan dari Sapardi Djoko Damono, dalam Sajak Kecil Tentang Cinta.
Alkisah sufi besar Abu Ben Azim terbangun di tengah malam. Kamarnya terang benderang oleh cahaya, dan ditengah cahaya itu ada sosok makhluk (yg ternyata malaikat) dengan sebuah buku ditangan. Sedang apa Anda ?” Tanya Abu Ben pada malaikat tersebut. ”Saya sedang mencatat daftar pecinta Allah “ jawab malaikat. Adakah nama saya tercantum disana wahai malaikat ? tanya Abu Ben harap-harap cemas. Malaikat menyodorkan buku yang dipegangnya, Abu Ben melihatnya dan tak lama kemudian dia kecewa, tidak ada namaku disini. Namun dia segera bercermin, ”yah, mungkin aku memang terlalu kotor untuk menjadi pecinta Allah, kalau demikian, biarlah sejak malam ini aku menjadi pecinta manusia saja.
Alkisah sufi besar Abu Ben Azim terbangun di tengah malam. Kamarnya terang benderang oleh cahaya, dan ditengah cahaya itu ada sosok makhluk (yg ternyata malaikat) dengan sebuah buku ditangan. Sedang apa Anda ?” Tanya Abu Ben pada malaikat tersebut. ”Saya sedang mencatat daftar pecinta Allah “ jawab malaikat. Adakah nama saya tercantum disana wahai malaikat ? tanya Abu Ben harap-harap cemas. Malaikat menyodorkan buku yang dipegangnya, Abu Ben melihatnya dan tak lama kemudian dia kecewa, tidak ada namaku disini. Namun dia segera bercermin, ”yah, mungkin aku memang terlalu kotor untuk menjadi pecinta Allah, kalau demikian, biarlah sejak malam ini aku menjadi pecinta manusia saja.
Beberapa malam kemudian, ia terbangun lagi di tengah malam. Kamarnya kembali terang benderang, malaikat yang bercahaya itu hadir kembali. Namun Abu Ben terkejut karena kini namanya tercantum di rating teratas daftar pecinta Allah Wahai malaikat, bukankah aku bukan pecinta Allah ? aku hanyalah pecinta manusia. Kata malaikat, ”baru saja Allah berkata bahwa engkau tidak akan pernah bisa mencintai Allah hingga engkau mencintai sesama manusia”. Ups ! rupanya Abu Ben kemudian memproyeksikan cinta dan rindunya kepada Allah dengan berbagi kasih kepada kaum fakir miskin, dia dekati dan belai anak yatim, dia curahkan cinta itu kepada mereka. Dan memang dalam sebuah hadist Qudsi Allah berfirman, ”Aku tidak menjadikan Ibrahim sebagai khalil (kekasih)Ku melainkan karena ia memberi makan fakir miskin dan sholat ketika orang-orang tertidur lelap.
alhasil, sebuah kesimpulan dari analisis pesan terhadap film yang satu ini adalah bagaimana kita mencintai dengan tulus kepada allah yang diabstraksikan dan di refleksikan kepada produk mahakarya Tuhan itu sendiri, yakni manusia. Mencintai manusia dengan tuntunanNya, mencintai manusia karenaNya.
0 komentar:
Posting Komentar